fbpx

MiiTel

DST 2025: Kupas Strategi Transformasi Digital Sales & CX di Era AI untuk Industri Financial Services

Jakarta, 28 November 2025 – RevComm Indonesia sukses menggelar Digital Sales Transformation Conference 2025 pada 24 November 2025 dengan tema “Sales Convergence: Re-Innovating Sales Through Collaboration and Voice Customer.” 

Konferensi daring ini menghadirkan para expert dari berbagai perusahaan ternama, termasuk BCA Life, Qiscus, Telcowin, Easternstuck, dan komunitas profesional seperti Komunitas Profesi Sales Indonesia (KOMISI) dan CX Indonesia (CXID) untuk membahas transformasi digital dalam penjualan, khususnya di sektor finansial.

Dari komunikasi suara sebagai aset strategis hingga implementasi praktis di lapangan, konferensi ini menegaskan satu pesan kuat: masa depan bukan tentang memilih antara teknologi atau manusia, tetapi tentang mengkolaborasikan keduanya secara strategis.

Data Komunikasi Suara: Aset Perusahaan yang Terabaikan

MiiTel

Yuiichiro Sasaki, VP Global Business Development RevComm Indonesia, membuka konferensi dengan mengungkap realitas yang sering diabaikan: komunikasi suara adalah aset terbesar yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan. 

“Banyak perusahaan memiliki ribuan rekaman percakapan dari telepon, meeting online dan offline, tapi itu hanya file yang tidak bisa dimanfaatkan. Mustahil mendengarkan satu per satu,” ungkapnya.

Yuiichiro menjelaskan bahwa sementara email, chat, dan komunikasi internal sudah banyak diubah menjadi data terstruktur, komunikasi suara masih tertinggal. Padahal di sinilah letak interaksi paling krusial dengan pelanggan, terutama di industri finansial di mana nasabah sering menelepon saat mereka benar-benar membutuhkan bantuan.

RevComm, yang diakui Forbes sebagai salah satu dari 50 perusahaan AI terbaik 2023 (satu-satunya dari Asia), fokus pada solusi ini: mengubah komunikasi suara menjadi data terstruktur melalui transkrip dan analisis AI dengan produk unggulannya, MiiTel. 

Melalui kemampuan AI Analytics dari MiiTel, perusahaan di industri finansial dapat melakukan proses Quality Assurance (QA) secara lebih cepat dengan memeriksa kualitas panggilan dan compliance melalui fitur-fitur di MiiTel. Seperti transkrispi voice-to-text, keyword detection, emotion recognition, dan banyak lainnya.

Tertarik mengeksplorasi solusi dari MiiTel? Jadwalkan free demo di sini untuk konsultasi gratis!

Paradoks Sales Modern: Ketika Efisiensi Bertemu Kepercayaan

Sekar Tia Senareswari dari Komunitas Profesi Sales Indonesia (KOMISI) melanjutkan diskusi dengan mengangkat paradoks fundamental yang dihadapi dunia sales. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di retail dan sales, Sekar membahas paradoks dalam transformasi digital, yakni pelanggan menginginkan kecepatan dan efisiensi digital, tapi mereka tetap membutuhkan human touch untuk membangun kepercayaan terutama dalam keputusan finansial yang sensitif.

Sekar menjelaskan bahwa realitas saat ini sangat berbeda dari masa lalu. Dulu, sales adalah aktivitas transaksional karena pelanggan tidak tahu banyak tentang produk dan sales adalah sumber informasi utama. “Tapi setelah pandemi dan ledakan digital, pelanggan sudah melek teknologi. Mereka bisa cari informasi sendiri, bisa bandingkan produk dari berbagai sumber. Sales tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengetahuan produk.”

Di sinilah AI masuk sebagai game changer, namun bukan untuk menggantikan sales, melainkan untuk membebaskan mereka dari pekerjaan repetitif. AI sangat efektif untuk proses standar seperti: onboarding dan verifikasi data pelanggan, pengecekan status transaksi atau polis, penjadwalan appointment otomatis, dan menjawab pertanyaan berulang.

Dengan AI menangani hal-hal rutin ini, sales dapat fokus pada momen krusial yang membutuhkan human touch, seperti komplain pelanggan yang emosional dan butuh empati, konsultasi investasi atau asuransi yang kompleks, keputusan pembelian besar yang butuh penjelasan personal, hingga situasi finansial sensitif yang butuh kepercayaan

“Sales saat ini adalah perpaduan antara teknologi dan manusia. AI membuat kita efisien mengumpulkan data dengan cepat dan menganalisis pola pelanggan. Tapi manusialah yang menggerakkan hati pelanggan. Selama pembeli memiliki hati dan emosi, sales tidak akan pernah hilang.”

Sekar menutup dengan pesan kuat: kolaborasi adalah kunci. Teknologi mempercepat langkah kita, manusia menyentuh emosi. “Sales yang tidak belajar teknologi akan tertinggal. Tapi sales yang menguasai teknologi dan memiliki empati, mereka yang akan menang.”

CRM Modern: Lebih dari Aplikasi, Tapi Membangun Ekosistem

telcowin

Iman Muhammad, Managing Director PT Telcowin Solutions Indonesia, membawakan sesi tentang bagaimana menciptakan pengalaman pelanggan yang mulus dan efektif di industri keuangan melalui implementasi CRM berbasis Salesforce. Dengan pengalaman 15 tahun di bidang CRM, Iman memulai dengan mengidentifikasi tantangan nyata yang dihadapi tim sales saat ini, di mana 41% pekerjaan masih bersifat repetitif dan duplikatif. Tanpa sistem yang memadai, tim sales kesulitan mendapatkan informasi personal nasabah karena harus membuka banyak aplikasi yang tidak terkoneksi, sehingga sulit memberikan rekomendasi yang tepat dan relevan.

Di sisi lain, ekspektasi nasabah telah berubah drastis. Mereka kini menginginkan kemudahan, kecepatan, dan tidak mau ribet. Nasabah mengharapkan interaksi yang seamless di semua channel tanpa harus mengulang informasi, serta rekomendasi produk yang personal dan relevan sesuai dengan konteks bisnis dan kondisi mereka. Iman menunjukkan bahwa secara global, perusahaan-perusahaan di industri finansial sudah matang secara digital dengan 65% berencana mengembangkan AI-powered assistant, 58% mengadopsi Conversational AI, dan 51% fokus pada real-time analytics. Perusahaan mulai bergerak dari sekedar digitalisasi menuju intelligent automation, dari menambah channel menjadi membuat channel lebih pintar dan kontekstual.

Sebagai solusi, Iman memperkenalkan pendekatan industry-specific solution dari Telcowin menggunakan platform Salesforce. Ia menekankan bahwa CRM di setiap industri memiliki kebutuhan berbeda—banking berbeda dengan insurance, berbeda pula dengan telco atau consumer goods—karena alur proses, regulasi, dan cara interaksinya juga berbeda. Iman memberikan demo konkret fitur Mission Control yang dirancang khusus untuk perbankan, di mana Relationship Manager dapat melihat profil nasabah 360 derajat tidak hanya nama dan rekening, tetapi juga asset under management, minat finansial, hingga gaya hidup. Yang unik, sistem menggunakan AI intelligence untuk menangkap momen-momen penting dalam kehidupan nasabah seperti rencana pindah kerja, beli rumah, atau pendidikan anak, sehingga relationship manager dapat tetap relevan saat mendekati nasabah.

Platform ini juga memberikan next best action yang cerdas dengan rekomendasi proaktif yang sudah dipersonalisasi, seperti menghubungi nasabah terkait rencana pembelian rumah atau membuat tujuan finansial jangka pendek. Konsep household banking yang diterapkan memungkinkan sistem mengenali struktur keluarga nasabah, sehingga ketika ada interaksi dari anggota keluarga lain, konteks tetap terjaga dan tidak perlu mengulang informasi dari awal. Iman menegaskan bahwa Telcowin bukan sekadar menyediakan teknologi, tetapi solution yang sudah dikustomisasi untuk kebutuhan spesifik industri dengan dukungan lebih dari 100 in-house certified consultants dan pengalaman implementasi di ratusan brand di berbagai industri sebagai partner resmi Salesforce dengan status tertinggi di Asia Tenggara. Dengan menggunakan industry-specific solution ini, digital transformation bisa berjalan lebih cepat dan hasilnya lebih terukur, serta mudah mengikuti perkembangan kebutuhan bisnis ke depannya.

Implementasi Nyata: Dari Teori ke Hasil Bisnis

Ganjar Septyadi dari Qiscus memaparkan bagaimana institusi finansial dapat mengoptimalkan customer experience melalui pendekatan yang seimbang antara teknologi AI dan sentuhan manusiawi. Sebagai platform omnichannel terdepan di Asia Tenggara yang telah beroperasi lebih dari 12 tahun di 18 negara, Qiscus mengidentifikasi perubahan fundamental dalam perilaku nasabah modern.

“Nasabah saat ini tidak lagi membandingkan bank dengan bank, tetapi membandingkan pengalaman mereka dengan standar layanan digital seperti e-commerce,” ungkap Ganjar. Di era digital ini, kepercayaan nasabah dibangun melalui setiap chat yang dijawab cepat, call yang ditangani dengan empati, dan setiap transaksi yang terasa aman.

Berdasarkan pengalaman bekerja dengan berbagai institusi finansial, Qiscus mengidentifikasi empat problem kritis: dominannya proses manual yang memperlambat operasional, sistem yang tidak terkoneksi menyebabkan pengalaman terputus-putus, otomasi AI yang belum optimal untuk menangani interaksi repetitif, serta hilangnya peluang upsell dan retention karena engagement yang tidak tepat waktu.

Ganjar merekomendasikan tiga area yang memberikan dampak nyata. Pertama, otomasi percakapan untuk menangani interaksi repetitif seperti pengecekan status dan informasi produk, sehingga agen dapat fokus pada kasus kompleks. Kedua, social media management untuk memastikan respon cepat dan eskalasi tepat. Ketiga, voice quality enhancement untuk membaca emosi nasabah dan memastikan konsistensi SOP dalam setiap panggilan.

Meski teknologi berkembang pesat, Ganjar menekankan bahwa peran manusia tetap tidak tergantikan. Data menunjukkan 72 persen nasabah mengatakan personalisasi mempengaruhi pilihan mereka, namun hanya 3 persen yang benar-benar merasakannya. “Keputusan kompleks seperti pinjaman besar, momen emosional seperti kasus fraud, dan konsultasi investasi tetap membutuhkan sentuhan manusia. AI mempersiapkan data, namun keputusan akhir tetap di tangan manusia,” tegasnya.

Untuk implementasi AI yang bertanggung jawab di sektor finansial yang sangat ketat regulasinya, Qiscus menetapkan lima fondasi utama: full visibility dan audit trail untuk transparansi, rules and guardrails untuk membatasi perilaku AI, enterprise-grade compliance sesuai regulasi OJK, robust control dengan mekanisme hand-over ke manusia, serta training berbasis knowledge yang tervalidasi.

Qiscus juga menekankan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki AI: knowledge intelligence yang hanya menjawab berdasarkan data internal tervalidasi, persona customization yang sesuai karakter brand, dan guardrails framework agar perusahaan tetap memegang kendali penuh.

Perspektif Praktisi: Implementasi di Lapangan

panel

Sesi panel diskusi yang dipandu oleh Mirza Maharani dari MiiTel menghadirkan dua praktisi senior yang berbagi pengalaman langsung dari lapangan. Tanto, Chief Technology Officer di Easternstack, dan Lady Octavia, Co-Chair CXID sekaligus CX Head BCA Life, memberikan perspektif komplementer dari sisi teknologi dan bisnis.

Tanto menjelaskan dari perspektif teknologi bahwa faktor utama yang membuat CX terintegrasi langsung ke strategi revenue adalah kemampuan teknologi untuk mengukur seluruh interaksi pelanggan secara real-time.

“Semua proses digital kini bisa diukur secara real-time. Data tersebut membuat kita langsung tahu bagian mana yang membuat pelanggan yakin. Customer experience tidak lagi menjadi fungsi support tapi berhubungan langsung ke revenue,” jelasnya.

Lady membagikan pengalaman nyata dari industri asuransi yang ia geluti sejak 2005. “Perubahan perilaku nasabah sangat drastis. Layanan yang dulu nice to have kini menjadi reason nasabah untuk setia atau tidak. Nasabah sekarang menuntut praktis, cepat, aman, dan bisa diakses mobile,” ungkap Lady. Ia menjelaskan bahwa di BCA Life, setiap keputusan harus melihat dampaknya terhadap trust customer yang langsung berpengaruh pada conversion dan persistensi.

Tanto menambahkan bahwa untuk menjaga balance antara otomasi dan human interaction, kuncinya adalah memahami bahwa keduanya memiliki fungsi berbeda yang saling melengkapi. “AI sangat bagus untuk hal sederhana yang tidak butuh banyak penjelasan seperti cek status atau reset account. Tapi untuk momen penting seperti pengajuan pinjaman, penjelasan risiko, atau saat pelanggan kebingungan, sentuhan manusia tidak bisa digantikan. AI berperan membantu agent, bukan menggantikan,” tegasnya.

Kedua praktisi ini sepakat bahwa tiga hal paling krusial untuk kesuksesan implementasi CX adalah: pertama, mindset customer-centric yang harus ada di seluruh organisasi dari top management hingga back-end staff, bukan hanya frontliner; kedua, kolaborasi kuat antar departemen dengan SLA yang jelas dan sistem yang terintegrasi, karena di asuransi misalnya, frontliner harus di-backup dengan baik oleh departemen klaim dan underwriting; ketiga, pengambilan keputusan berbasis data customer experience dengan melihat pain point yang paling mempengaruhi revenue seperti success billing, renewal, dan proses klaim.

Lady menambahkan bahwa metrik yang paling representatif untuk mengukur kontribusi CX terhadap revenue di industri asuransi adalah persistensi nasabah yang menunjukkan kepercayaan jangka panjang, success billing dan first time resolution untuk komplain yang menunjukkan kualitas operasional, serta net promoter score yang menunjukkan seberapa besar nasabah merekomendasikan produk. “Teknologi penting, tapi budaya dan pola kerja harus tepat sehingga customer experience benar-benar berdampak pada pertumbuhan bisnis,” pungkasnya.

Panel ini menegaskan bahwa di era digital, CX bukan lagi fungsi pendukung, melainkan diferensiasi utama yang menentukan pertumbuhan berkelanjutan di industri finansial. Seperti disimpulkan Tanto: “Digital untuk kecepatan, manusia untuk kepercayaan, keduanya sama-sama penting untuk customer journey yang cepat tetapi tetap hangat dan meyakinkan.”